Sabtu, 24 Desember 2011

Piagam Madinah

Piagam Madinah adalah sebuah loncatan besar pemikiran modern yang dibuat oleh Muhammad sebagai perwakilan dunia timur di saat bangsa barat berkutat dalam abad kegelapan yang berkepanjangan. Bahkan piagam ini secara argumentatif telah dapat dianggap sebagai konstitusi atau undang-undang dasar tertulis pertama di dunia dengan berbagai kelebihan yang salah satunya: sebagai naskah tertulis pertama yang mengakomodasi hak-hak dasar atau asasi manusia (HAM) terutama dalam kebebasan memilih agama.

Piagam Madinah sebagai undang-undang dasar telah:
• secara tidak langsung, mendeklarasikan Yastrib bertransformasi menjadi Negara-Kota Madinah (City-State of Madinah);
• membangun aturan-aturan pemerintahan;
• mengamanatkan isu-isu sosial yang spesifik yang dapat mengubur perpecahan yang telah lama terjadi di kota itu;
• mengamanatkan perlindungan terhadap hak dan kewajiban warga negara; dan
• mengamanatkan penyediaan pelayanan hukum yang adil bagi semua pihak sehingga tidak ada lagi penyelesaian masalah dengan aksi-aksi militer dari masing-masing suku.

Dengan demikian, berdirilah Madinah pada tahap faktum subjektionis, penyerahan kekuasaan rakyat kepada pemimpinnya sebagai penjaga perjanjian atau hasil konsensus yang bernama Konstitusi atau Piagam Madinah.

Konstitusi dan Piagam Madinah
Pada pembukaan, penulis menyatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah merupakan loncatan besar pemikiran modern di masa itu. Tanpa disadari oleh Muhammad dan rakyat Madinah, mereka telah mempunyai sebuah undang-undang dasar atau konstitusi pertama yang tertulis dan terkodifikasi. Hal ini dapat dijelaskan karena istilah konstitusi atau undang-undang dasar tidak pernah dikenal oleh bangsa Arab pada abad ke-7 M. Artinya, mereka melakukan penemuan yang bersifat mandiri. Istilah konsitusi memang sudah dikenal sejak negara-negara kota Yunani menganut paham demokrasi pada abad ke-6 SM. Namun, seiring perkembangan waktu, istilah ini juga tenggelam ketika Eropa memasuki abad kegelapan mereka.

Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu yang mempelajari tentang hukum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di Eropa sampai masa kini. Berikut ini adalah beberapa definisi konstitusi dari berbagai sumber.
• Constitution: law determining the fundamental political principles of a government ‘Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan’. (http://www.thefreedictionary.com/constitution)
• Kostitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998)
• “Konstitusi” (“Dustur”): undang-undang yang menentukan bentuk negara, mengatur sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan. “Undang-undang” (“i]Qanun[/i]”): ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan mempunyai kekuatan yang mengikat dalam mengatur hubungan sosial masyarakat. (Mitsaaqul Ummah halaman 5)

Dengan mengacu pada definisi “konstitusi” yang telah dituliskan dan dibandingkan dengan isi dari Piagam Madinah, dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi yang mendasari penyelenggaraan sebuah negara-kota yang bernama Madinah. Komponen bentuk negara terlihat pasal 2 (didasarkan pada pembagian pasal oleh A.Guillaume dalam bukunya The Life of Muhammad) yang menjelaskan Madinah adalah negara di suatu wilayah unik dan spesifik. Dalam pasal-pasal berikutnya maupun berdasarkan pada dokumen-dokumen tertulis tentang praktek Piagam Madinah, dapat dianalisis bahwa Madinah adalah negara berstruktur federal dengan otoritas terpusat. Praktek bentuk federasi mini ini adalah membagi Madinah dalam 20 distrik yang masing dipimpin oleh seorang naqib, kepala distrik, dan ‘arif, wakilnya.

Komponen pengaturan sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan terlihat dengan pemberian otonomi penuh (kecuali dalam masalah pertahanan dan ketahanan negara) pada masing-masing suku dan golongan (terutama suku-suku Yahudi yang cukup dominan di Madinah ketika itu) untuk menjalankan hukumnya sendiri. Ini mirip dengan kebebasan untuk mengatur perda di negara kita dan bahkan jauh lebih bebas seperti halnya undang-undang federal di negara-negara federasi modern. Hanya masalah-masalah pelik yang tidak bisa diselesaikan oleh pihak-pihak federal bisa langsung diputuskan oleh Muhammad. Ini tergambar dalam suatu peristiwa yang dicatat ketika kaum Yahudi kebingungan untuk memutuskan hukuman pada dua orang yang terbukti berzina. Kemudian mereka pun mendatangi Muhammad untuk meminta keputusan, tetapi Muhammad menyerahkan keputusan tersebut kembali merujuk pada kitab suci Yahudi sendiri, dan akhirnya hukuman rajam diberikan pada dua orang pasangan yang berzina itu dengan dilakukan oleh kaumnya sendiri.

Loncatan modern lainnya yang terjadi pada Piagam Madinah ini adalah pengakuan tertulis akan kebebasan setiap orang untuk memilih agama pada Pasal 25 (masih menurut pembagian pasal oleh A.Guillaume). Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Muhammad menunjukkan distribusi agama rakyat Negara-Kota Madinah adalah sebagai berikut.
1. Penduduk beragama Islam sebanyak 1.500 jiwa.
2. Penduduk beragama Yahudi sebanyak 4000 jiwa.
3. Penduduk musyrik penyembah berhala sebanyak 4500… jiwa.

Dengan total penduduk sebanyak sekitar 10.000 jiwa yang cukup plural dari segi distribusi pemeluk agama, Muhammad bersama Cyrus The Great dan Alexander The Great menjadi pemimpin-pemimpin awal yang menjadi pionir tumbuhnya toleransi antar umat beragama di dunia. Toleransi ini berhasil dipertahankan bahkan diteruskan oleh pemimpin-pemimpin Islam berikutnya, kecuali beberapa tiran yang sempat menjadi khalifah di negara Islam. Keluhuran nilai toleransi ini diperlihatkan dengan sangat sempurna ketika tanah Hispania (Spanyol) dikuasai oleh kekhalifahan Islam.

Di masa Muhammad SAW sendiri, kaum Yahudi Madinah pada awalnya memberontak karena sentimen negatif mereka pada muslim yang terlihat dalam beberapa pengkhianatan mereka pada saat Madinah digempur oleh musuh. Namun setelah Negara-Kota Madinah dibawah kepemimpinan Muhammad berhasil mepersatukan seluruh Arab, Yahudi tetap diterima untuk tinggal di tanah Arab, kecuali di dua kota Makkah dan Madinah.


Piagam Madinah (bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.[1][2] Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Saat sudah menetap di Madinah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mulai mengatur hubungan antar individu di Madinah. Berkait tujuan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menulis sebuah peraturan yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat betapa penting piagam ini dalam menata masyarakat Madinah yang beraneka ragam, maka banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti piagam ini guna mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menata masyarakatnya. Dari hasil penelitian mereka ini, mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak riwayat tentang piagam ini berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam Madinah derajatnya hasan lighairihi[1].

SEJARAH PENULISAN PIAGAM
Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan : “Pendapat yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua piagam yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan kewajiban dan hak kaum muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Dan menurutku, pendapat yang lebih kuat yang menyatakan bahwa perjanjian dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar berkobar. Sedangkan piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca perang Badar[2]. At Thabariy rahimahullah mengatakan : “Setelah selesai perang Badar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di Madinah. Sebelum perang Badar berkecamuk, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak membantu siapapun untuk melawan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, (sebaliknya-pent) jika ada musuh yang menyerang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah Rasulullah berhasil membunuh orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar , kaum Yahudi mulai menampakkan kedengkian ….. dan mulai melanggar perjanjian.[3] ”

Sedangkan kisah yang dibawakan dalam Sunan Abu Daud rahimahullah yang menceritakan, bahwa setelah pembunuhan terhadap Ka’ab bin al Asyrâf (seorang Yahudi yang sering menyakiti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di Madinah) dan orang-orang Yahudi dan musyrik madinah mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajak mereka untuk membuat sebuah perjanjian yang harus mereka patuhi. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menulis perjanjian antara kaum Yahudi dan kaum muslimin.

Ada kemungkinan ini adalah penulisan ulang terhadap perjanjian tersebut. Dengan demikian, kedua riwayat tersebut bisa dipertemukan [4], riwayat pertama yang dibawakan oleh para ahli sejarah yang menyatakan kejadian itu sebelum perang Badar dan riwayat kedua yang dibawakan oleh Imam Abu Daud rahimahullah yang menyatakan kejadian itu setelah perang Badar.

ISI PIAGAM
Berikut ini adalah point-poin piagam yang kami bawakan secara ringkas [5] :

A. Point-Point Yang Berkait Dengan Kaum Muslimin
1. Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang bergabung dan berjuang bersama mereka adalah satu umat, yang lain tidak.

2. Kaum mukminin yang berasal dari Muhâjirîn , bani Sa’idah, Bani ‘Auf, Bani al Hârits, Bani Jusyam, Bani Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani an Nabît dan al Aus boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu tolong-menolong dalam membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.

3. Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh membiarkan orang yang menanggung beban berat karena memiliki keluarga besar atau utang diantara mereka (tetapi mereka harus-pent) membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.

4. Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus menentang orang yang zalim diantara mereka. Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang zhalim, meskipun orang yang zhalim adalah anak dari salah seorang diantara mereka.

5. Jaminan Allah itu satu. Allah k memberikan jaminan kepada kaum muslimin yang paling rendah. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu diantara mereka, tidak dengan yang lain.

6. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum mukminin berhak mendapatkan pertolongan dan santunan selama kaum Yahudi ini tidak menzhalimi kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh dalam memerangi kaum muslimin

B. Point Yang Berkait Dengan Kaum Musyrik
Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa kaum kafir Quraisy (Makkah) dan juga tidak boleh menghalangi kaum muslimin darinya.

C. Point Yang Berkait Dengan Yahudi
1. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

2. Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Kaum Yahudi berhak atas agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani Najjâr, bani Hârits, Bani Sâ’idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani dan Bani Tsa’labah. Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

3. Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut berperang, kecuali dengan idzin Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam

4. Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang mereka dan kaum muslimin juga berkewajiban menanggung biaya perang mereka. Kaum muslimin dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang yang memusuhi pendukung piagam ini, saling memberi nasehat serta membela pihak yang terzhalimi

  • Potret Lingkungan Hidup di Daerah....................................………………………………..13


  • BAB III KESIMPULAN.................................................................................. …………………….17
    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... .18

               

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar